Penjelasan Umum Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia
Pemutusan hubungan kerja di Indonesia bisa jadi sangat sulit (dan mahal) dan prosesnya sangat berbeda di yurisdiksi lain. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan masalah yang mungkin timbul.
Pada prinsipnya pemutusan hubungan kerja secara sepihak tidak diperbolehkan di Indonesia. Namun, secara umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (sebagaimana telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja) (“UU Ketenagakerjaan Indonesia”) menyatakan bahwa, jika pemberi kerja ingin memberhentikan pekerjanya secara sepihak, maka pemberi kerja harus terlebih dahulu memperoleh putusan yang mengesahkan pemutusan hubungan kerja tersebut dari Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”).
Bisakah pemberi kerja di Indonesia memberhentikan karyawannya karena kinerja mereka yang buruk?
Perlu diketahui bahwa UU Ketenagakerjaan Indonesia tidak secara tegas mengatur bahwa kinerja buruk seorang pekerja sebagai dasar pemutusan hubungan kerja.
Dalam prakteknya, pemutusan hubungan kerja yang didasarkan pada buruknya kinerja karyawan di Indonesia termasuk dalam kategori pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 52(1) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”)).
Untuk kategori ini, secara teknis pemberi kerja hanya dapat memutus hubungan kerja pekerjanya setelah memberikan surat peringatan ke-1, ke-2, dan ke-3 kepada pekerja secara berturut-turut.
Harap diingat bahwa kecuali pemutusan hubungan kerja termasuk dalam “pengecualian” berdasarkan UU Ketenagakerjaan (lihat di bawah), jika karyawan tidak setuju dengan pemutusan hubungan kerja (yaitu tidak adanya penandatanganan perjanjian bersama pengakhiran hubungan kerja atau pengunduran diri secara sukarela) bahkan setelah 3 surat peringatan telah telah dikeluarkan pemberi kerja tetap harus melalui proses pemutusan hubungan kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu atas pemutusan hubungan kerja tersebut dari PHI.
Pengecualian terhadap Aturan Umum dalam UU Ketenagakerjaan Indonesia
Pengecualian terhadap aturan umum dalam UU Ketenagakerjaan Indonesia bahwa pemberi kerja harus terlebih dahulu mendapatkan keputusan yang mengesahkan pemutusan hubungan kerja dari PHI terbatas pada keadaan-keadaan sebagai berikut:
pengunduran diri karyawan secara sukarela (diberikan secara tertulis, tanpa intimidasi atau paksaan dari perusahaan);
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT);
pekerja yang mencapai usia pensiun sebagaimana ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
kematian karyawan;
penahanan karyawan oleh pihak yang berwenang sehingga mengakibatkan tidak dapat bekerja selama 6 bulan;
adanya keputusan pengadilan yang menyatakan karyawan tersebut bersalah melakukan tindak pidana (yang dijatuhkan dalam waktu 6 bulan sejak karyawan tersebut ditahan oleh pihak yang berwenang).
Mengenai Surat Peringatan
Masing-masing dari 3 surat peringatan terhadap karyawan dapat berlaku paling lama 6 bulan (kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama).
Surat peringatan harus memuat ketentuan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dilanggar oleh karyawan. Apabila dalam surat peringatan tidak disebutkan ketentuan-ketentuan apa saja yang dilanggar, maka pekerja dapat berdalih bahwa surat peringatan tersebut tidak sah.
Perlu diketahui juga bahwa setelah mengeluarkan surat peringatan ke-3, pemberi kerja perlu memberikan jangka waktu tertentu kepada karyawan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan meningkatkan kinerjanya. Biasanya jangka waktu ini berkaitan dengan masa berlaku surat peringatan (yaitu 6 bulan). Dalam jangka waktu tersebut, pemberi kerja harus memantau pekerjaan karyawan dengan fokus pada permasalahan yang menyebabkan dikeluarkannya surat peringatan ketiga dan apakah karyawan telah melakukan tindakan untuk memperbaiki kesalahannya. Menjelang akhir periode, pengusaha dan karyawan harus mendiskusikan dan mengevaluasi tindakan apa pun yang telah diambil pekerja untuk memperbaiki atau memperbaiki masalah yang menyebabkan dikeluarkannya surat peringatan ketiga.
Apabila pemberi kerja mendapati bahwa karayawan belum mengambil tindakan yang memuaskan untuk memperbaiki permasalahan atau meningkatkan kinerja mereka, maka pemberi kerja dapat memulai prosedur pemutusan hubungan kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku .
Pemberian Surat Pemberitahuan Pengakhiran Hubungan Kerja
Sebelum pemberi kerja dapat memulai prosedur pemutusan hubungan kerja, pemberi kerja harus memberikan surat pemberitahuan bahwa hubungan kerja telah berakhir kepada karyawan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sesuai Pasal 37 PP 35/2021, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Pemberitahuan : Pemberi kerja harus memberi tahu kayawan dan, jika ada, serikat pekerja tentang niatnya untuk memutuskan hubungan kerja karyawan. Pemberitahuan ini harus mencantumkan alasan dan dasar pengakhiran hubungan kerja. Pemberitahuan tersebut harus disampaikan dalam bentuk surat resmi dan harus disampaikan dengan cara yang baik dan sah.
Waktu Pemberitahuan : Secara umum, surat pemberitahuan harus disampaikan paling lambat 14 hari kerja sebelum tanggal berakhirnya hubungan kerja.
Tanggapan Pekerja : Setelah menerima pemberitahuan pemutusan hubungan kerja, apabila karyawan tidak berkeberatan dengan pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pemberi kerja harus melaporkan pemutusan hubungan kerja tersebut kepada dinas tenaga kerja setempat.
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja : Jika pekerja menolak pemutusan hubungan kerja, maka ia harus mengajukan keberatan secara tertulis beserta alasannya dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan pemutusan hubungan kerja. Selanjutnya, pemberi kerja dapat memulai prosedur pemutusan hubungan kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Pembayaran Pemberhentian Wajib Karyawan karena Kinerja Buruk
Formula pembayaran pemutusan hubungan kerja yang tepat dalam hal buruknya kinerja karyawan akan bergantung pada bukti yang diberikan oleh pemberi kerja.
Jika terbukti bahwa kegagalan kinerja disebabkan oleh ketidakmampuan atau sikap negatif karyawan (dan karyawan yang bersangkutan telah diberikan 3 surat peringatan sebagiamana telah diatur), kemungkinan besar PHI (atau Mahkamah Agung) akan menyetujui pemutusan hubungan kerja karena alasan tersebut, namun dengan kewajiban pemberi kerja untuk membayar uang pesangon kepada karyawan yang dihitung berdasarkan “Formula 0,5x” (0,5x uang pesangon + 1x uang penghargaan masa kerja + 1x uang penggantian hak) sebagaimana diatur dalam Pasal 52(1) PP 35/2021 .
Jika menurut pendapat PHI, tidak terdapat bukti buruknya kinerja pekerja, ada kemungkinan juga PHI tidak akan menyetujui pemutusan hubungan kerja dan akan meminta pemberi kerja untuk memulihkan hubungan kerja. Namun, dalam praktiknya, hal ini jarang terjadi.
*******
CATATAN AKHIR : Artikel ini dimaksudkan untuk tujuan informasi saja dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum atau pendapat hukum. Kasus tertentu memerlukan saran khusus, dan konten yang disediakan di sini mungkin tidak berlaku di semua situasi. Peraturan dan penafsiran hukum dapat sangat bervariasi dan dapat berubah seiring berjalannya waktu, sehingga memerlukan konsultasi dengan ahli hukum. Jika Anda memerlukan nasihat atau panduan hukum khusus, silakan hubungi profesional hukum yang berkualifikasi. Penting untuk berkonsultasi dengan pakar hukum sebelum menerapkan informasi dalam artikel ini untuk memastikan kepatuhan terhadap standar dan persyaratan hukum saat ini.
Comentários